Siapa pun dan di manapun, pasti seorang murid memiliki sosok guru favorit dalam hidupnya. Sama, aku juga punya. Banyak, malah! Salah satunya adalah Bu Suhartini. Dalam kisah ini, kita akan memanggilnya Bu Ninin.
Aku mengenal Bu Ninin sejak semester dua. Saat itu beliau mengajar mata kuliah Statistika. Bayanganku, mata kuliah ini akan sangat menyeramkan. Rumit dan berbelit. Tapi saat mengetahui cara mengajar Bu Ninin yang tegas dan menyenangkan, aku jatuh cinta! Tentu bukan jatuh cinta pada mata kuliahnya, melainkan pada karakter Bu Ninin. Aku jadi bersemangat mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh beliau. Sesulit apapun itu, aku berusaha dengan baik.
Jika banyak dosen lebih berkutat pada teori, Bu Ninin langsung menerjunkan kami untuk praktik penelitian. Teori hanya disampaikan saat dua pertemuan awal dan saat berkonsultasi. Di sela-sela perkuliahan, Bu Ninin juga suka bercerita tentang banyak hal, tentang masa kuliahnya, tentang berbagai karakter mahasiswanya, dan beliau juga sering memberi nasihat dan tips-tips kepada kami. Bahkan dalam hal fashion! Bu Ninin adalah sosok guru, perempuan, yang menginspirasiku. Beliau sangat mandiri dan sederhana. Ke kampus naik motor, kadang-kadang naik mobil, gayanya santai, tenang, namun lugas, dan selalu berbicara apa adanya. Aku tak ingin berlebihan dalam memuji, tapi begitulah Bu Ninin.
Saat naik semester tiga, kelasku bertemu Bu Ninin kembali. Selama dua semester kami mengerjakan penelitian mix method. Singkat cerita, saat akhir semester, Bu Ninin menyampaikan bahwa dari sekitar 125 mahasiswa yang beliau bimbing, hanya ada satu mahasiswa yang nilai mata kuliahnya mendekati sempurna. Tapi beliau tidak menyebut nama mahasiswa itu. Satu lagi decak kagumku pada Bu Ninin. Sering kita berpikir bahwa dengan menunjukkan kepintaran seseorang, menyebut namanya dan memuji berlebihan, akan menjadi motivasi bagi orang lain. Namun menurutku itu justru berpotensi menimbulkan prasangka dan jarak. Prasangka bahwa dalam hidup, manusia terbagi beberapa kelompok. Ada kelompok yang memiliki kemampuan rendah, rata-rata, hingga kelompok dengan predikat superior yang layak dipuji--seringnya pujian itu berlebihan. Hingga akhirnya timbullah jarak. Mereka yang merasa kemampuannya rendah akan selalu mengandalkan si superior dan tidak pernah memberi kesempatan pada dirinya untuk mengeksplorasi kemampuannya. Padahal, jika kelompok itu disatukan, mereka akan saling melengkapi.
Tanpa disadari teman-teman, Bu Ninin memanggilku dan memberiku hadiah. Awalnya aku tidak mengerti, namun kemudian aku paham. Ternyata mahasiswa yang dimaksud Bu Ninin adalah diriku. Aku mengucapkan terima kasih atas hadiah itu, tapi beliau justru berkata, "Sudah, biasa saja." Kejadian itu membuatku menyadari beberapa hal. Ketika kita merasa bahwa kita tidak mampu melakukan sesuatu. Jangan pernah merasa rendah diri. Kita harus selalu optimis dan terus berusaha, karena kita tidak pernah tahu hasil apa yang akan kita capai. Kemudian, saat mengapresiasi seseorang, jangan pernah berlebihan. Hal itu bisa membuat orang yang kita beri apresiasi menjadi besar kepala.
Mengutip sebuah kalimat indah dari karya sastra klasik, "When you see an able and virtuous person, you should try to emulate his example."
Aku mengenal Bu Ninin sejak semester dua. Saat itu beliau mengajar mata kuliah Statistika. Bayanganku, mata kuliah ini akan sangat menyeramkan. Rumit dan berbelit. Tapi saat mengetahui cara mengajar Bu Ninin yang tegas dan menyenangkan, aku jatuh cinta! Tentu bukan jatuh cinta pada mata kuliahnya, melainkan pada karakter Bu Ninin. Aku jadi bersemangat mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh beliau. Sesulit apapun itu, aku berusaha dengan baik.
Jika banyak dosen lebih berkutat pada teori, Bu Ninin langsung menerjunkan kami untuk praktik penelitian. Teori hanya disampaikan saat dua pertemuan awal dan saat berkonsultasi. Di sela-sela perkuliahan, Bu Ninin juga suka bercerita tentang banyak hal, tentang masa kuliahnya, tentang berbagai karakter mahasiswanya, dan beliau juga sering memberi nasihat dan tips-tips kepada kami. Bahkan dalam hal fashion! Bu Ninin adalah sosok guru, perempuan, yang menginspirasiku. Beliau sangat mandiri dan sederhana. Ke kampus naik motor, kadang-kadang naik mobil, gayanya santai, tenang, namun lugas, dan selalu berbicara apa adanya. Aku tak ingin berlebihan dalam memuji, tapi begitulah Bu Ninin.
Saat naik semester tiga, kelasku bertemu Bu Ninin kembali. Selama dua semester kami mengerjakan penelitian mix method. Singkat cerita, saat akhir semester, Bu Ninin menyampaikan bahwa dari sekitar 125 mahasiswa yang beliau bimbing, hanya ada satu mahasiswa yang nilai mata kuliahnya mendekati sempurna. Tapi beliau tidak menyebut nama mahasiswa itu. Satu lagi decak kagumku pada Bu Ninin. Sering kita berpikir bahwa dengan menunjukkan kepintaran seseorang, menyebut namanya dan memuji berlebihan, akan menjadi motivasi bagi orang lain. Namun menurutku itu justru berpotensi menimbulkan prasangka dan jarak. Prasangka bahwa dalam hidup, manusia terbagi beberapa kelompok. Ada kelompok yang memiliki kemampuan rendah, rata-rata, hingga kelompok dengan predikat superior yang layak dipuji--seringnya pujian itu berlebihan. Hingga akhirnya timbullah jarak. Mereka yang merasa kemampuannya rendah akan selalu mengandalkan si superior dan tidak pernah memberi kesempatan pada dirinya untuk mengeksplorasi kemampuannya. Padahal, jika kelompok itu disatukan, mereka akan saling melengkapi.
Tanpa disadari teman-teman, Bu Ninin memanggilku dan memberiku hadiah. Awalnya aku tidak mengerti, namun kemudian aku paham. Ternyata mahasiswa yang dimaksud Bu Ninin adalah diriku. Aku mengucapkan terima kasih atas hadiah itu, tapi beliau justru berkata, "Sudah, biasa saja." Kejadian itu membuatku menyadari beberapa hal. Ketika kita merasa bahwa kita tidak mampu melakukan sesuatu. Jangan pernah merasa rendah diri. Kita harus selalu optimis dan terus berusaha, karena kita tidak pernah tahu hasil apa yang akan kita capai. Kemudian, saat mengapresiasi seseorang, jangan pernah berlebihan. Hal itu bisa membuat orang yang kita beri apresiasi menjadi besar kepala.
Mengutip sebuah kalimat indah dari karya sastra klasik, "When you see an able and virtuous person, you should try to emulate his example."